CATATAN KECIL
Oleh : sang photocuper
1. Dari setiap orang pasti ada saja kebaikan yang bisa kita pelajari, so jangan menganggap diri paling baik dan benar. Dengarkan berkali-kali, pahami, bicara sekali.
2. Katakan hanya apa yang ada, jauhi peran yg belum kenyataan. “Orang cerdas itu orang yang berkata apa adanya bersukur dan siap untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
3. Jangan terikat dengan apa yang kita miliki, ingin sesuatu itu wajar, perlu sesuatu itu wajar banget, tapi jangan sampai “sesuatu” membuat kita lupa diri, dan membuat kita jauh dari kebaikan. “Jangan sampai kita dimiliki oleh apa yang kita miliki”
4. Orang yang bener/baik bukan orang yang tidak bisa marah, tidak bisa senang, atau tidak bisa galau, tapi adalah orang yang mampu mengendalikan (rasa) atau catatan-catatan tersebut dengan baik, tahu kapan harus marah, bagaimana mengatasi galau, bagaimana jangan sampai lupa diri dikala senang.
5. Anak kecil kurang baik jika hanya diajarkan ttg apa yang benar dan salah, lebih baik ajari dia bagaimana CARA membedakan mana yang benar dan salah, karena akan ada suatu fase dimana ia akan mencari tahu tetang kebenaran dan jati diri, ia akan mempertanyakan mengapa ini benar atau mengapa ini salah. Jadi hati-hati dalam mendidik seorang anak . pengalaman
Bercermin Diri
Dalam keseharian kehidupan kita, begitu sangat sering dan nikmatnya
ketika kita bercermin. Tidak pernah bosan barang sekalipun padahal wajah
yang kita tatap itu-itu juga, aneh bukan?! Bahkan hampir pada setiap
kesempatan yang memungkinkan kita selalu menyempatkan diri untuk
bercermin. Mengapa demikian? Sebabnya kurang lebih karena kita ingin
selalu berpenampilan baik, bahkan sempurna. Kita sangat tidak ingin
berpenampilan mengecewakan, apalagi kusut dan acak-acakan tak karuan.
Sebabnya penampilan kita adalah juga cermin pribadi kita. Orang yang
necis, rapih, dan bersih maka pribadinya lebih memungkinkan untuk bersih
dan rapih pula. Sebaliknya orang yang penampilannya kucel, kumal, dan
acak-acakan maka kurang lebih seperti itulah pribadinya.
Tentu saja penampilan yang necis dan rapih itu menjadi kebaikan
sepanjang niat dan caranya benar. Niat agar orang lain tidak terganggu
dan terkecewakan, niat agar orang lain tidak berprasangka buruk, atau
juga niat agar orang lain senang dan nyaman dengan penampilan kita.
Dan ALLAH suka dengan penampilan yang indah dan rapih sebagaimana sabda
Nabi Muhammad S.A.W , "Innallaha jamiilun yuhibbul jamaal",
"Sesungguhnya ALLAH itu indah dan menyukai keindahan". Yang harus
dihindari adalah niat agar orang lain terpesona, tergiur, yang berujung
orang lain menjadi terkecoh, bahkan kemudian menjadi tergelincir baik
hati atau napsunya, naudzhubillah. Tapi harap diketahui, bahwa selama
ini kita baru sibuk bercermin "topeng" belaka. Topeng "make up" ,
seragam, jas, dasi, sorban, atau asesoris lainnya,. Sungguh, kita baru
sibuk dengan topeng, namun tanpa disadari kita sudah ditipu dan
diperbudak oleh topeng buatan sendiri.
Kita sangat ingin orang lain menganggap diri ini lebih dari kenyataan
yang sebenarnya. Ingin tampak lebih pandai, lebih gagah, lebih cantik,
lebih kaya, lebih sholeh, lebih suci dan aneka kelebihan lainnya. Yang
pada akhirnya selain harus bersusah payah agar topeng ini tetap melekat,
kita pun akan dilanda tegang dan was-was takut topeng kita terbuka,
yang berakibat orang tahu siapa kita yang aslinya. Tentu saja tindakan
tersebut, tidak sepenuhnya salah. Karena membeberkan aib diri yang telah
ditutupi ALLAH selama ini, adalah perbuatan salah. Yang terpenting
adalah diri kita jangan sampai terlena dan tertipu oleh topeng sendiri,
sehingga kita tidak mengenal diri yang sebenarnya, terkecoh oleh
penampilan luar. Oleh karena itu marilah kita jadikan saat bercermin
tidak hanya "Topeng" yang kita amat-amati, tapi yang terpenting adalah
bagaimana isinya, yaitu diri kita sendiri.
Mulailah amati wajah kita seraya bertanya, "Apakah wajah ini yang kelak
akan bercahaya bersinar indah di surga sana ataukah wajah ini yang akan
hangus legam terbakar dalam bara jahannam?"
Lalu tatap mata kita, seraya bertanya, "Apakah mata ini yang kelak dapat
menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap ALLAH Yang Mahaagung,
menatap keindahan surga, menatap Rasulullah, menatap para Nabi, menatap
kekasih-kekasih ALLAH kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak,
melotot, menganga, terburai, meleleh ditusuk baja membara? Akankah mata
terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata apa gerangan yang
kau tatap selama ini?"
Lalu tataplah mulut ini, "Apakah mulut ini yang di akhir hayat nanti
dapat menyebut kalimat thoyibah, "laillahailallah", ataukah akan menjadi
mulut berbusa yang akan menjulur dan di akherat akan memakan buah zakun
yang getir menghanguskan dan menghancurkan setiap usus serta menjadi
peminum lahar dan nanah? Saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan
fitnah serta orang yang terluka dengan mulut kita ini!"
"Wahai mulut apa gerangan yang kau ucapkan? Wahai mulut yang malang
betapa banyak dusta yang engkau ucapkan.
Betapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang
mengiris tajam? Berapa banyak kata-kata manis semanis madu palsu yang
engkau ucapkan untuk menipu beberapa orang? Betapa jarangnya engkau
jujur? Betapa jarangnya engkau menyebut nama ALLAH dengan tulus? Betapa
jarangnya engkau syahdu memohon agar ALLAH mengampuni?"
Lalu tataplah diri kita tanyalah, "Hai kamu ini anak sholeh atau anak
durjana, apa saja yang telah kamu peras dari orang tuamu selama ini dan
apa yang telah engkau berikan? Selain menyakiti, membebani, dan
menyusahkannya. Tidak tahukah engkau betapa sesungguhnya engkau adalah
makhluk tiada tahu balas budi!
"Wahai tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar,
bersukacita, bercengkrama di surga atau tubuh yang akan tercabik-cabik
hancur mendidih di dalam lahar membara jahannam terasang tanpa ampun
derita tiada akhir"
"Wahai tubuh, berapa banyak maksiat yang engkau lakukan? Berapa banyak
orang-orang yang engkau dzhalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak
hamba-hamba ALLAH yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu?
Berapa banyak perindu pertolonganmu yang engkau acuhkan tanpa peduli
padahal engkau mampu? Berapa pula hak-hak yang engkau napas?"
"Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu?Apakah tubuhmu sebagus
kata-katamu atau malah sekelam daki-daki yang melekat di tubuhmu? Apakah
hatimu segagah ototmu atau selemah atau selemah daun-daun yang mudah
rontok?
Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk
kotoran-kotaranmu?"
Lalu ingatlah amal-amal kita, "Hai tubuh apakah kau ini makhluk mulia
atau menjijikan, berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan
dibalik penampilanmu ini?" "Apakah engkau ini dermawan atau sipelit yang
menyebalkan?" Berapa banyak uang yang engkau nafkahkan dan bandingkan
dengan yang engkau gunakan untuk selera rendah hawa nafsumu".
"Apakah engkau ini sholeh atau sholehah seperti yang engkau tampakkan?
Khusukkah shalatmu, dzikirmu, doamu, .ikhlaskah engkau lakukan semua
itu?
Jujurlah hai tubuh yang malang! Ataukah menjadi makhluk riya tukang
pamer!"
Sungguh betapa beda antara yang nampak di cermin dengan apa yang
tersembunyi, betapa kita telah tertipu oleh topeng? Betapa yang kita
lihat selama ini hanyalah topeng, hanyalah seonggok sampah busuk yang
terbungkus topeng-topeng duniawi"
Wahai sahabat-sahabat sekalian, sesungguhnya saat bercermin adalah saat
yang tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi diri ini.
mari kita renungkan semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar